Istana Kesultanan Tidore Nan Eksotik

Maret 07, 2019

Ngainun Naim

 
Kadato Kie
Bus yang disediakan Pemerintah Kota Tidore berbelok menuju sebuah tanjakan, lalu masuk dari arah utara gerbang kesultanan atau Kadaton Kie. Sebuah bangunan eksotik di perbukitan berdiri kokoh menghadap ke arah laut lepas. Sungguh pemandangan yang sangat indah.
Saya hanya mengenal Kesultanan Tidore dari sejarah saat sekolah. Kini saya—bersama rombongan pengelola KKN Kebangsaan dari berbagai universitas di Indonesia—betul-betul menginjakkan kaki ke istana tersebut. Sungguh, tiada kata yang bisa saya ucapkan selain syukur tak terkira. Jika bukan karena program KKN Kebangsaan yang tahun ini diletakkan di Ternate dan Tidore, mungkin saya belum menjejakkan kaki di istana tersebut.
Rombongan kami langsung disambut oleh penerima tamu istana. Kami pun menuju lantai dua istana. Rupanya kami sudah disiapkan dengan sambutan yang cukup hangat.
Seluruh peserta duduk dengan suguhan kopi khas Tidore. Kata Perdana Menteri atau Jojou Kesultanan Tidore—M. Amin Faarouq—namanya Kopi Dabe. Beliau kemudian membuka acara dan menjelaskan panjang lebar ikhwal Kesultanan Tidore.  Sultan Tidore Sultan Husain Alting Sjah, sebagaimana penjelasan Perdana Menteri, sedang ada tugas keluar sehingga tidak bisa menyambut rombongan KKN Kebangsaan.
Secara humoris, Perdana Menteri menjelaskan bahwa, “Saya ini Perdana Menteri tanpa gaji dan tunjangan. Semuanya berbasis pengabdian”. Prof. Almasydi yang duduk di samping beliau saat sambutan menimpali secara humoris juga, “Meskipun tanpa gaji dan tunjangan, tetapi penghasilannya kan besar”.
Kata pengabdian ini menarik menjadi perhatian karena terbukti sekian ratus tahun eksistensi kesultanan tetap terjaga. Berdasarkan data yang saya peroleh, sampai sekarang ada banyak situs yang menunjukkan jejak kebesaran Tidore, di antaranya Kadato Kie, Masjid Kesultanan Sigi Kolano, Dermaga Kesultanan, Museum Sonyinge Malige, Monumen Tugu Pendaratan Spanyol, Benteng Torre, dan Benteng Tahula.
Kini zaman telah berubah. Kesultanan Tidore dengan Kadato Kie merupakan bukti historis tak terbantahkan. Saat saya berkeliling ke bagian dalam istana, juga ke lantai satu tempat museum berbagai data dan dokumentasi, suasana istana sangat bersih. Betul-betul terawat. Tentu, ini buah dari pengabdian yang penuh dedikasi.
Singgasana Sultan

Kesultanan Tidore, sejauh yang saya tangkap dari penjelasan Perdana Menteri, merupakan kesultanan awal yang memiliki peranan sangat penting bagi eksistensi NKRI. Kesultanan ini berdiri pada tahun 1081 M dan masih eksis sampai sekarang. Raja pertama Tidore adalah Muhammad Naqil.
Tentu saja, rentang sejarah yang sedemikian panjang dan terus bertahan sampai sekarang merupakan hal yang sangat menarik dalam konteks eksistensi sebuah kesultanan. Meskipun ada suatu masa di mana tidak ada sultan yang memimpin. Jeda waktunya sekitar 42 tahun. Namun pemerintahan tetap saja berjalan di tangan perdana menteri.
Perdana Menteri menjelaskan bahwa dalam bahasa Tidore, istana disebut dengan Kadato. Sistem yang dimiliki kesultanan ini cukup unik, yakni tidak ada putra mahkota. Sayangnya tidak ada penjelasan yang beliau sampaikan terkait bagaimana pemilihan seorang sultan.
Istana Kesultanan Tidore secara filosofis mirip kalajengking yang mengandung makna lincah, gesit, dan bisa mematikan. Filosofi ini tampaknya sejalan dengan jejak panjang sejarah kesultanan ini yang pernah memiliki wilayah sangat luas. Perdana Menteri menjelaskan bahwa wilayah Papua, Papua Nugini, hingga pulau-pulau pasifik dulunya termasuk wilayah Kesultanan Tidore.
Sungguh sulit membayangkan bagaimana mengelola sistem pemerintahan di masa itu. Belum ada alat komunikasi. Transportasi juga sangat sederhana, tetapi Kesultanan Tidore terbukti mampu mengelola wilayahnya secara baik.
Tidore memiliki peranan penting dalam sejarah Indonesia. Pada tahun 1956 Tidore menjadi ibukota pembebasan Irian Jaya. Baru setelah Irian Jaya kembali ke pangkuan Indonesia, pusat pemerintahannya berpindah ke Jayapura.
Namun demikian Tidore kemudian mengalami kekurangjelasan nasib. “Kabupaten bukan, Kota juga bukan”, papar Perdana Menteri. Tahun 1990 Tidore menjadi Ibukota Kabupaten Halmahera Tengah. Ketika terjadi pemekaran wilayah Kabupaten Halmahera Tengah pada tahun 2003, Tidore menjadi Kota Tidore Kepulauan.
Tidore merupakan kota kepulauan yang religius. Di Tidore tidak ada pabrik. Tidak ada diskotik. “Ini negeri yang sunyi dan sepi, tetapi di sini tidak ada penduduk yang kesepian. Kalau kesepian kan orang perginya ke diskotik. Nah, di sini tidak ada itu. Kami semua hidup dengan tenang dan damai”, papar Perdana Menteri.
Kini Kota Tidore Kepulauan terus berbenah. Banyak prestasi telah ditorehkan. Kota ini telah meraih 8 kali piala adipura ketgori kota kecil terbersih. Tentu ini merupakan prestasi yang membanggakan.
Kesultanan Tidore juga berkontribusi penting dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Ada 1 pahlawan nasional yang telah dikukuhkan, yaitu Sultan Nuku. Satu lagi pahlawan nasional yang belum dikukuhkan tetapi diakui oleh negara lain sebagai seorang pahlawan, yaitu Tuan Guru Imam Abdullah bin Abdi Abdussalam.
Acara sambutan selesai sekitar pukul 11.40 WIT. Selanjutnya kami semua mengunjungi bagian demi bagian dari kesultanan yang menorehkan jejak penting bagi sejarah panjang Indonesia tersebut. Semoga Kesultanan Tidore terus eksis dan terus memberikan kontribusinya bagi kemajuan masyarakat, khususnya masyarakat Kota Tidore Kepulauan.

Ternate, 7 Maret 2019

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.