Menyemai Potensi Literasi Guru
Ngainun Naim
Panitia acara
“Launching Jurnal Ilmiah Pendidikan Al-Kayyis dan Buku Berbagi Kasih” dari
Kantor Kementerian Agama Kabupaten Trenggalek menyampaikan via WA bahwa acara
akan dilaksanakan pada pukul 13.00 WIB. Saya pun mengiyakan. Apalagi
pelaksanaan acara di Aula Kantor Kementerian Agama Trenggalek pada Senin, 4
Februari 2019 itu juga atas persetujuan saya. Tentu, bukan saya yang
menentukan. Panitia yang menawarkan pada tanggal itu.
Jarum jam sudah
menunjukkan pukul 12.30. Saya yang masih di IAIN Tulungagung mulai gelisah.
Belum shalat dhuhur dan makan siang. Sementara acara kantor baru saja usai.
Jarak Tulungagung ke Trenggalek membutuhkan waktu sekitar satu jam. Itu artinya
saya pasti terlambat sampai di lokasi acara.
Bergegas saya
mengambil air wudhu dan menjalankan shalat dhuhur. Setelah itu saya segera
memacu kendaraan menuju Kantor Kementerian Agama Kabupaten Trenggalek. Kembali
saya teringat belum makan siang. Saya memang berusaha untuk disiplin datang ke
acara, tetapi saya akan juga harus disiplin untuk urusan makan. Penyakit banyak
yang mendera karena ketidakdisiplinan soal makan ini.
Warung Soto Ayam Sor
Pelem di Desa Jarakan Gondang menjadi pilihan saya. Begitu duduk dan memesan
soto, saya mengirim pesan ke panitia. Saya minta maaf karena kedatangan saya
yang terlambat. Panitia memakluminya dan menunggu kehadiran saya.
Soto yang nikmat
menjadi berkurang kelezatannya karena desakan waktu. Usai makan dan
menghabiskan minuman, saya segera menuju kasir. Usai membayar, saya kembali
bergegas memacu kendaraan menuju lokasi acara.
Tepat pukul 14.00 saya
sampai di lokasi acara. Panitia yang mengetahui kedatangan saya segera
mempersilahkan saya masuk ke lokasi. Begitu saya duduk di depan, acara langsung
dimulai. Rupanya para peserta dan juga panitia menunggu kedatangan saya.
Acara yang digelar
pada hari “kecepit” nasional tersebut—minggu libur, senin masuk, dan selasanya
libur lagi—sesungguhnya merupakan kegiatan yang tidak terjadi begitu saja. Jika
boleh dibilang, acara ini adalah bagian dari rangkaian panjang kegiatan yang
telah dilakukan sebelumnya.
Masih sedikit teringat
bagaimana awal mulanya. Suatu sore, tiga orang pengurus Pokjawas Kemenag Trenggalek
datang ke rumah. Saya kebetulan sudah mengenal beliau bertiga. Jadi
perbincangan pada sore itu berlangsung cukup gayeng dan penuh keakraban.
Awalnya saya kira
beliau bertiga hanya bertamu biasa. Ternyata ada maksud khusus. Mereka
menyampaikan bahwa salah satu program Pokjawas adalah menerbitkan jurnal
ilmiah. Sebuah program yang sangat keren. Saya kira jarang ada Pokjawas yang
memiliki program keren semacam itu. Pada intinya beliau bertiga meminta saya
untuk menjadi pembicara pada kegiatan yang akan dilaksanakan.
Bagi saya ini
merupakan sebuah kehormatan. Aktivitas yang berkaitan dengan dunia membaca dan
menulis memang selalu menarik perhatian saya. Tidak butuh waktu lama bagi saya
untuk mengiyakan. Tentu tidak mungkin saya tidak mengiyakan. Alasan dan
kesombongan macam apa yang harus saya sampaikan jika sampai saya menolak niat
suci mereka?
Maka begitulah. Pada Hari
Sabtu, 14 Oktober 2017 acara digelar. Acara tersebut bertajuk “Workshop Teknis
Penulisan Artikel Jurnal Ilmiah” digelar di Aula MAN 1 Trenggalek. Acara cukup
meriah. Kalau tidak salah ingat, hadir sekitar 200 peserta. Cukup banyak. Saya sendiri
sangat terkesan dengan acara yang digelar dari pagi sampai jam 15.00 itu.
Saya menyampaikan dua
hal utama dalam acara itu, yaitu menulis dengan metode free writing dan
metode menulis artikel jurnal. Produk dari metode free writing adalah
buku dengan judul Berbagi Kasih dan produk dari artikel jurnal ilmiah
adalah Jurnal Al-Kayyis.
Tentu ada proses yang
cukup panjang dan berliku sampai lahirnya kedua produk. Entah berapa kali kami
bertemu, berkoordinasi, berkomunikasi, dan memastikan sampai produk jadi. Butuh
waktu setahun lebih.
Memang membuat karya
tulis tidak sesederhana yang dibayangkan. Saya hanya bertugas membantu para
pengelola mewujudkan karya. Karena itu ketika senin tanggal 4 Februari 2019 ada
acara Launching, saya sangat berbahagia.
Pada acara Launching,
dilakukan potong tumpeng sebagai wujud rasa syukur atas kerja keras para
pengelola. Saya kebetulan diminta memotong tumpeng dan menyerahkannya kepada
Dr. Yumnan Abadi. Haru, bahagia, dan syukur tiada terkira.
Usai potong tumpeng,
saya diminta menyampaikan semacam orasi. Panitia via undangan meminta saya
menyampaikan orasi ilmiah. Saya sampaikan di acara tersebut bahwa saya tidak
akan menyampaikan orasi ilmiah. Itu terlalu tinggi buat saya. Saya katakan
bahwa saya hanya akan berbicara sederhana saja. Tidak usah ilmiah.
Ada beberapa substansi
yang saya sampaikan. Pertama, rasa syukur tak terkira atas selesainya
proses penerbitan karya. Apresiasi setinggi-tingginya kepada pengelola dan para
penulis yang telah bekerja keras sampai terwujudnya karya. Tanpa kerja keras
mereka, mustahil buku dan jurnal bisa dilaunching.
Kedua, guru-guru
Trenggalek, di bawah koordinasi Pokjawas, telah memulai tradisi baru literasi. Sepanjang
ada kemauan dan ada usaha keras untuk mewujudkannya, tidak ada yang tidak
mungkin. Buku Berbagi Kasih dan Jurnal Al-Kayyis adalah bukti nyata dari
kerja keras bersama.
Ketiga, kini
semuanya justru menghadapi tantangan baru yang tidak kalah berat, yaitu
bagaimana merawat jurnal yang ada supaya terbit secara konsisten. Membuat jurnal,
meskipun jelas tidak mudah, sudah dilakukan. Tetapi bagaimana kelanjutannya
untuk penerbitan pada edisi-edisi selanjutnya, itu yang menjadi tantangan
bersama.
Keempat, saya
mengajak semua peserta pada acara tersebut untuk terus membudayakan menulis. Jika
buku Berbagi Kasih adalah buku antologi maka pada tahap selanjutnya saya
mengajak untuk menulis buku mandiri. Kelihatannya berat, tetapi pengalaman
menerbitkan karya dalam bentuk antologi dan jurnal saja bisa, maka membuat buku
secara mandiri tentu juga bukan hal yang mustahil.
Saya menjelaskan juga
strategi yang bisa ditempuh untuk mewujudkan menjadi buku mandiri. Menulis satu
judul tulisan bebas dengan jumlah halaman 2-5. Jika sudah terkumpul, katakan 20
judul, maka segera diolah menjadi buku. Diberi judul, dibuat kata pengantar,
daftar isi, dan sinopsis untuk cover belakang. Tidak perlu ideal dulu layaknya
menyusun skripsi atau tesis, meskipun metode menulis ilmiah semacam itu sah-sah
saja. Tetapi dalam kerangka terbitnya buku mandiri, cara sederhana yang saya
tawarkan tampaknya lebih membuka peluang untuk terwujud.
Bagaimana jika—misalnya—buku
sudah jadi? Ya diterbitkan. Tidak mungkin hanya dibiarkan teronggok di
komputer. Jika dibiarkan, siapa yang membaca?
Jika percaya diri,
saya siap menyambungkan ke penerbit mayor. Tetapi jika belum, maka saya
menawarkan bantuan menerbitkan secara indie lewat penerbitan yang saya kelola. Lewat
cara semacam ini, pintu menghasilkan buku terbuka. Saya yakinkan bahwa menulis
dan menerbitkan buku di era sekarang ini bukan lagi sesuatu yang sulit. Tinggal
menunggu bagaimana para guru mewujudkannya.
Saya sampaikan juga
beberapa manfaat yang bisa diperoleh jika Bapak Ibu guru mau menulis, baik buku
maupun artikel jurnal. Pertama, manfaat bagi karir. Jika guru mau naik
pangkat, salah satu syaratnya adalah memiliki karya tulis ilmiah. Jurnal Al-Kayyis
adalah media yang bisa dimanfaatkan untuk memenuhi syarat tersebut.
Kedua, manfaat
finansial. Jika naik pangkat, otomatis akan berimplikasi pada gaji. Karena itu,
semakin rajin menulis maka semakin besar potensi menambah pundi keuangan. Bahkan
jika menerbitkan buku di penerbit mayor, besar kemungkinan mendapatkan royalti.
Tentu saja besarnya royalti dipengaruhi oleh banyak faktor.
Ketiga, manfaat
sosial. Penulis yang karyanya dibaca banyak orang akan memungkinkan namanya
dikenal luas. Banyak orang mengenal nama penulis meskipun secara fisik belum
pernah bertemu.
Keempat, mengawetkan
ide. Ucapan lisan cepat sirna tetapi karya tulis akan jauh lebih awet. Bahkan jika
dibandingkan usia fisik-biologis penulisnya, karya tulis itu jauh lebih panjang
umurnya. Saya sebutkan banyak buku yang penulisnya sudah tiada, tetapi karyanya
tetap bisa kita baca.
Ada lagi beberapa
manfaat yang saya sampaikan. Substansinya adalah menulis itu memberikan banyak
manfaat. Karena itu saya terus bersemangat mengajak para guru untuk terus menulis.
Saya yakin sepenuhnya jika semakin banyak guru yang menulis maka akan
berimplikasi positif terhadap kemajuan dunia pendidikan.
Tulungagung, 8
Februari 2019.
Tidak ada komentar: