Menyemai Potensi Literasi Guru

Februari 08, 2019

Ngainun Naim

Panitia acara “Launching Jurnal Ilmiah Pendidikan Al-Kayyis dan Buku Berbagi Kasih” dari Kantor Kementerian Agama Kabupaten Trenggalek menyampaikan via WA bahwa acara akan dilaksanakan pada pukul 13.00 WIB. Saya pun mengiyakan. Apalagi pelaksanaan acara di Aula Kantor Kementerian Agama Trenggalek pada Senin, 4 Februari 2019 itu juga atas persetujuan saya. Tentu, bukan saya yang menentukan. Panitia yang menawarkan pada tanggal itu.
Jarum jam sudah menunjukkan pukul 12.30. Saya yang masih di IAIN Tulungagung mulai gelisah. Belum shalat dhuhur dan makan siang. Sementara acara kantor baru saja usai. Jarak Tulungagung ke Trenggalek membutuhkan waktu sekitar satu jam. Itu artinya saya pasti terlambat sampai di lokasi acara.

Bergegas saya mengambil air wudhu dan menjalankan shalat dhuhur. Setelah itu saya segera memacu kendaraan menuju Kantor Kementerian Agama Kabupaten Trenggalek. Kembali saya teringat belum makan siang. Saya memang berusaha untuk disiplin datang ke acara, tetapi saya akan juga harus disiplin untuk urusan makan. Penyakit banyak yang mendera karena ketidakdisiplinan soal makan ini.
Warung Soto Ayam Sor Pelem di Desa Jarakan Gondang menjadi pilihan saya. Begitu duduk dan memesan soto, saya mengirim pesan ke panitia. Saya minta maaf karena kedatangan saya yang terlambat. Panitia memakluminya dan menunggu kehadiran saya.
Soto yang nikmat menjadi berkurang kelezatannya karena desakan waktu. Usai makan dan menghabiskan minuman, saya segera menuju kasir. Usai membayar, saya kembali bergegas memacu kendaraan menuju lokasi acara.

Tepat pukul 14.00 saya sampai di lokasi acara. Panitia yang mengetahui kedatangan saya segera mempersilahkan saya masuk ke lokasi. Begitu saya duduk di depan, acara langsung dimulai. Rupanya para peserta dan juga panitia menunggu kedatangan saya.
Acara yang digelar pada hari “kecepit” nasional tersebut—minggu libur, senin masuk, dan selasanya libur lagi—sesungguhnya merupakan kegiatan yang tidak terjadi begitu saja. Jika boleh dibilang, acara ini adalah bagian dari rangkaian panjang kegiatan yang telah dilakukan sebelumnya.

Masih sedikit teringat bagaimana awal mulanya. Suatu sore, tiga orang pengurus Pokjawas Kemenag Trenggalek datang ke rumah. Saya kebetulan sudah mengenal beliau bertiga. Jadi perbincangan pada sore itu berlangsung cukup gayeng dan penuh keakraban.
Awalnya saya kira beliau bertiga hanya bertamu biasa. Ternyata ada maksud khusus. Mereka menyampaikan bahwa salah satu program Pokjawas adalah menerbitkan jurnal ilmiah. Sebuah program yang sangat keren. Saya kira jarang ada Pokjawas yang memiliki program keren semacam itu. Pada intinya beliau bertiga meminta saya untuk menjadi pembicara pada kegiatan yang akan dilaksanakan.

Bagi saya ini merupakan sebuah kehormatan. Aktivitas yang berkaitan dengan dunia membaca dan menulis memang selalu menarik perhatian saya. Tidak butuh waktu lama bagi saya untuk mengiyakan. Tentu tidak mungkin saya tidak mengiyakan. Alasan dan kesombongan macam apa yang harus saya sampaikan jika sampai saya menolak niat suci mereka?
Maka begitulah. Pada Hari Sabtu, 14 Oktober 2017 acara digelar. Acara tersebut bertajuk “Workshop Teknis Penulisan Artikel Jurnal Ilmiah” digelar di Aula MAN 1 Trenggalek. Acara cukup meriah. Kalau tidak salah ingat, hadir sekitar 200 peserta. Cukup banyak. Saya sendiri sangat terkesan dengan acara yang digelar dari pagi sampai jam 15.00 itu.

Saya menyampaikan dua hal utama dalam acara itu, yaitu menulis dengan metode free writing dan metode menulis artikel jurnal. Produk dari metode free writing adalah buku dengan judul Berbagi Kasih dan produk dari artikel jurnal ilmiah adalah Jurnal Al-Kayyis.
Tentu ada proses yang cukup panjang dan berliku sampai lahirnya kedua produk. Entah berapa kali kami bertemu, berkoordinasi, berkomunikasi, dan memastikan sampai produk jadi. Butuh waktu setahun lebih.
Memang membuat karya tulis tidak sesederhana yang dibayangkan. Saya hanya bertugas membantu para pengelola mewujudkan karya. Karena itu ketika senin tanggal 4 Februari 2019 ada acara Launching, saya sangat berbahagia.
Pada acara Launching, dilakukan potong tumpeng sebagai wujud rasa syukur atas kerja keras para pengelola. Saya kebetulan diminta memotong tumpeng dan menyerahkannya kepada Dr. Yumnan Abadi. Haru, bahagia, dan syukur tiada terkira.

Usai potong tumpeng, saya diminta menyampaikan semacam orasi. Panitia via undangan meminta saya menyampaikan orasi ilmiah. Saya sampaikan di acara tersebut bahwa saya tidak akan menyampaikan orasi ilmiah. Itu terlalu tinggi buat saya. Saya katakan bahwa saya hanya akan berbicara sederhana saja. Tidak usah ilmiah.
Ada beberapa substansi yang saya sampaikan. Pertama, rasa syukur tak terkira atas selesainya proses penerbitan karya. Apresiasi setinggi-tingginya kepada pengelola dan para penulis yang telah bekerja keras sampai terwujudnya karya. Tanpa kerja keras mereka, mustahil buku dan jurnal bisa dilaunching.
Kedua, guru-guru Trenggalek, di bawah koordinasi Pokjawas, telah memulai tradisi baru literasi. Sepanjang ada kemauan dan ada usaha keras untuk mewujudkannya, tidak ada yang tidak mungkin. Buku Berbagi Kasih dan Jurnal Al-Kayyis adalah bukti nyata dari kerja keras bersama.
Ketiga, kini semuanya justru menghadapi tantangan baru yang tidak kalah berat, yaitu bagaimana merawat jurnal yang ada supaya terbit secara konsisten. Membuat jurnal, meskipun jelas tidak mudah, sudah dilakukan. Tetapi bagaimana kelanjutannya untuk penerbitan pada edisi-edisi selanjutnya, itu yang menjadi tantangan bersama.
Keempat, saya mengajak semua peserta pada acara tersebut untuk terus membudayakan menulis. Jika buku Berbagi Kasih adalah buku antologi maka pada tahap selanjutnya saya mengajak untuk menulis buku mandiri. Kelihatannya berat, tetapi pengalaman menerbitkan karya dalam bentuk antologi dan jurnal saja bisa, maka membuat buku secara mandiri tentu juga bukan hal yang mustahil.
Saya menjelaskan juga strategi yang bisa ditempuh untuk mewujudkan menjadi buku mandiri. Menulis satu judul tulisan bebas dengan jumlah halaman 2-5. Jika sudah terkumpul, katakan 20 judul, maka segera diolah menjadi buku. Diberi judul, dibuat kata pengantar, daftar isi, dan sinopsis untuk cover belakang. Tidak perlu ideal dulu layaknya menyusun skripsi atau tesis, meskipun metode menulis ilmiah semacam itu sah-sah saja. Tetapi dalam kerangka terbitnya buku mandiri, cara sederhana yang saya tawarkan tampaknya lebih membuka peluang untuk terwujud.
Bagaimana jika—misalnya—buku sudah jadi? Ya diterbitkan. Tidak mungkin hanya dibiarkan teronggok di komputer. Jika dibiarkan, siapa yang membaca?
Jika percaya diri, saya siap menyambungkan ke penerbit mayor. Tetapi jika belum, maka saya menawarkan bantuan menerbitkan secara indie lewat penerbitan yang saya kelola. Lewat cara semacam ini, pintu menghasilkan buku terbuka. Saya yakinkan bahwa menulis dan menerbitkan buku di era sekarang ini bukan lagi sesuatu yang sulit. Tinggal menunggu bagaimana para guru mewujudkannya.
Saya sampaikan juga beberapa manfaat yang bisa diperoleh jika Bapak Ibu guru mau menulis, baik buku maupun artikel jurnal. Pertama, manfaat bagi karir. Jika guru mau naik pangkat, salah satu syaratnya adalah memiliki karya tulis ilmiah. Jurnal Al-Kayyis adalah media yang bisa dimanfaatkan untuk memenuhi syarat tersebut.
Kedua, manfaat finansial. Jika naik pangkat, otomatis akan berimplikasi pada gaji. Karena itu, semakin rajin menulis maka semakin besar potensi menambah pundi keuangan. Bahkan jika menerbitkan buku di penerbit mayor, besar kemungkinan mendapatkan royalti. Tentu saja besarnya royalti dipengaruhi oleh banyak faktor.
Ketiga, manfaat sosial. Penulis yang karyanya dibaca banyak orang akan memungkinkan namanya dikenal luas. Banyak orang mengenal nama penulis meskipun secara fisik belum pernah bertemu.
Keempat, mengawetkan ide. Ucapan lisan cepat sirna tetapi karya tulis akan jauh lebih awet. Bahkan jika dibandingkan usia fisik-biologis penulisnya, karya tulis itu jauh lebih panjang umurnya. Saya sebutkan banyak buku yang penulisnya sudah tiada, tetapi karyanya tetap bisa kita baca.
Ada lagi beberapa manfaat yang saya sampaikan. Substansinya adalah menulis itu memberikan banyak manfaat. Karena itu saya terus bersemangat mengajak para guru untuk terus menulis. Saya yakin sepenuhnya jika semakin banyak guru yang menulis maka akan berimplikasi positif terhadap kemajuan dunia pendidikan.

Tulungagung, 8 Februari 2019.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.