Mengolah Diri untuk Merengkuh Bahagia
Penulis: M. Nurroziqi
Judul Buku: Jalan
Kebahagiaan: Menikmati Kebaikan, Meraup Keberkahan, Penerbit: Quanta, Jakarta
Edisi: 2017
Tebal: xvi+172 halaman
Peresensi: Ngainun Naim
Saya mengenal M. Nurroziqi—penulis
buku ini—sekitar tahun 2015. Saat itu saya sedang mengisi acara kepenulisan di
Tuban. Beberapa hari sebelum acara dia inbox di facebook dan berkomunikasi tentang
berbagai hal. Saat acara, dia menemui saya sekitar setengah jam.
Tidak banyak yang saya
perbincangkan dengan pria sederhana tersebut. Rupanya pertemuan di Tuban itu
hanyalah sebuah pertemuan pembukaan. Beberapa waktu kemudian saat ada Kopdar
Sahabat Pena Nusantara (SPN) Pertama yang digelar di Pesantren An-Nur
Bululawang Malang, kami bertemu kembali.
Saya kira setiap Kopdar SPN
dia selalu datang. Empat kali Kopdar dia selalu datang. Dan berarti selalu
bertemu dengan saya, kecuali pada Kopdar ketiga di Bondowoso karena saya tidak
bisa datang.
Kopdar SPN keempat yang
digelar di Rektorat Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya pada 18
Mei 2017 mempertemukan kami kembali. Pada kesempatan tersebut M. Nurroziqi
memberikan hadiah buku ini. Terima kasih untuk M. Nurroziqi atas hadiah buku
mencerahkan ini.
& & &
Bahasan utama buku ini
adalah aspek yang sangat mendasar kehidupan manusia yaitu bahagia. Ya, bahagia
menjadi tujuan hidup semua manusia. Segala aktivitas hidup manusia sesungguhnya
dilakukan dalam kerangka mencapai bahagia. Namun demikian tidak semua manusia
bisa mendapatkan bahagia. Banyak orang yang gagal menemukan bahagia yang
hakiki.
Bahagia sesungguhnya menjadi
objek kajian banyak bidang ilmu. Psikologi, sosiologi, ekonomi, dan agama
menempatkan bahagia sebagai salah satu bidang kajian secara serius.
Masing-masing ilmu memiliki definisi, tolok ukur, kriteria, dan juga strategi
untuk mencapai bahagia.
Buku yang ditulis oleh M.
Nurroziqi ini tidak mengikuti kerangka berpikir ilmiah yang ketat. Namun jangan
salah. Buku ini justru secara intrinsik mengulas—ada yang langsung dan ada yang
tidak—bahagia dari berbagai perspektif. Ditulis secara ringan dan mengalir
menjadikan buku ini sarat dengan hikmah dan manfaat.
M. Nurroziqi menawarkan
perspektif positif dalam menghadapi setiap fenomena, baik positif maupun
negatif. Bisa dikatakan bahwa buku ini merupakan ikhtiar mengolah diri yang
penting bagi manusia yang tumbuh dan berkembang. Nurroziqi mengajak kita untuk
terus mengasah diri agar menjadi manusia yang semakin hari semakin baik.
Contoh cara pandang positif
adalah perspektif terhadap persoalan. Jika umumnya orang menghadapi masalah
dengan menyalahkan orang lain, maka Nurroziqi mengajak kita bersikap bijak.
Saat masalah datang seharusnya yang pertama-tama dilakukan adalah instropeksi
terhadap kesalahan yang kita lakukan, bukan mencari kesalahan orang lain.
Masalah seharusnya dimaknai sebagai media agar kita selalu istiqamah dalam
kebajikan. Aspek yang justru sangat fundamental adalah masalah sesungguhnya
merupakan media bagi kita untuk selalu dekat kepada Allah. “...di dalam setiap
permasalahan itu terkandung sarana untuk meningkatkan kualitas diri manusia”
(h. 7).
Saya suka pada cara berpikir
M. Nurroziqi. Ia bersikap kritis terhadap pemahaman yang selama ini telah
mapan. Hal ini bisa dilihat dilihat pada caranya memahami “ujian” dan
“anugerah”. Ia menulis, “Segala apa yang diinginkan dan dibutuhkan serba
terpenuhi. Hal semacam ini, lebih seringnya disebut sebagai wujud anugerah.
Pembatasan definisi yang sulit sebagai ujian, yang mudah sebagai anugerah. Jika
yang membahagiakan disebut anugerah, dan yang menyedihkan dinamakan ujian,
adalah sesungguhnya batas paling dangkal kepahaman manusia di dalam menyikapi
atas apa yang telah menimpa diri manusia itu sendiri” (h. 19).
Model pemahaman Nurroziqi
ini menarik, bahkan bisa dikatakan dekonstruksionis, meminjam terminologi pemikir Muslim Prancis, Mohammaed Arkoun. Hal
ini terlihat pada kesimpulannya. “Jika sudah demikian, maka sesungguhnya sudah
tidak ada beda antara anugerah dan ujian, bagi yang memahami akan maksud dan
tujuan dari segala apa yang ditimpakan Allah Swt., kepada manusia untuk
dijalankan. Pada ujian, terdapat sebuah anugerah yang luar biasa” (h. 20-21).
Bab 2 buku ini, “Meneguhkan
Kebaikan”, memberikan banyak manfaat bagi saya, khususnya dalam ilmu parenting.
Di buku ini dijelaskan bahwa anak penting diposisikan secara tepat di keluarga.
Ada beberapa alasan mengenai posisi penting anak. Pertama, anak adalah amanah Allah Swt. Salah sedikit saja dalam
menjaga amanah, akibatnya tidak hanya di dunia, tetapi juga di akhirat. Karena
itu manusia harus sepenuh hati menjaga diri dan seluruh keluarga. Kedua, anak merupakan bibit amal jariah
keluarga. Ketiga, anak sebagai hamba
Allah dan umat Muhammad. Dan keempat, siklus
hidup yang saling merawat (h. 57-59).
Pada bagian yang lain
Nurroziqi menegaskan tentang peran penting orang tua. Menurut Roziqi, ibu bisa
diibaratkan sebagai madrasah bagi anak-anaknya, sedangkan ayah adalah kepala
sekolah. Peran ini menunjukkan bahwa dalam pendidikan seorang anak, ayah dan
ibu harus menjadi baik agar bisa
diteladani oleh anak-anaknya (h. 64).
M. Nurroziqi juga menyoroti
hadirnya internet. Selain sisi positif, ia juga mengkritik eksploitasi
berlebihan sisi kehidupan sehari-hari. Akibatnya, aspek alami dalam kehidupan
menjadi hilang. Karena itu dalam era modern ini Nurroziqi menawarkan tiga
langkah penting dalam menghadapi era modern. Pertama, mengenal diri sendiri secara baik. Kedua, memahami dengan benar segala sesuatu yang ada di luar diri.
Dan ketiga, memiliki benteng yang
kuat, termasuk kecermatan dalam mengukur dan mempertimbangkan setiap hal (h.
95).
Membaca keseluruhan isi buku
ini akan memberikan perspektif yang lebih arif dalam memahami setiap persoalan.
Kearifan ini hanya mungkin bisa diraih dengan mengolah diri secara
terus-menerus. Muaranya adalah terwujudnya bahagia.
Buku karya anak muda kreatif
asal Tuban ini penting untuk dibaca, ditelaah, dan dikontekstualisasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Saya yakin Anda sekalian akan menemukan banyak ilmu dan
hikmah dari buku bergizi ini. Buku ini tersedia di jaringan Toko Buku Gramedia dan toko-toko buku besar di Indonesia. Selamat berburu buku dan membaca.
Trenggalek, 13 Juni 2017.
Wow..ternyata mas M. Nurroziqi ini seorang penulis asal Tuban ya, pak?
BalasHapusWah... Tulisan dalam bukunya sangat menginspirasi sekali mengenai posisi anak dalam keluarga. Dan juga soal menghadapi era internet seperti saat ini.
Betul Mas. Beliau asli Tuban. Aktif menulis buku.
Hapus