Mengelola Jurnal, Moraref dan Kolaborasi
Oleh Ngainun Naim
Mengelola jurnal ilmiah
di perguruan tinggi bukan pekerjaan mudah. Selain dananya yang kecil, ada
banyak persoalan lagi yang membuat mengelola jurnal ternyata cukup rumit.
Padahal jurnal ilmiah memiliki peran yang sangat strategis bagi kemajuan
perguruan tinggi.
Demikian antara lain
sambutan Dr. Mohammad Zen, M.Ag, Kasubdit Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyarakat Kementerian Agama dalam "Temu Konsultasi Jaringan Penelitian,
Publikasi Ilmiah, dan Pengabdian kepada Masyarakat" di Sultan Hotel Banda
Aceh, Rabo, 26 April 2017. Karena itu Dr. Mohammad Zen berharap agar pertemuan di
Banda Aceh menjadi media untuk saling memperkaya dan saling berkoordinasi untuk
kemajuan bersama.
Ada satu aspek lain
yang juga ditegaskan oleh Kasubdit, yakni tentang Moraref. Moraref akan
diperkuat agar berperan maksimal dengan segala peran dan fungsinya. Apalagi
selama ini Moraref telah memberikan peran yang cukup signifikan bagi
terbangunnya iklim ilmiah.
Sementara Direktur
Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam, Prof. Dr. Nizar menyampaikan bahwa tri darma
yang ada di PTKI fokusnya baru pendidikan dan pengajaran. Sementara aspek
penelitian dan pengabdian belum berjalan secara optimal. Ada beberapa indikasi
untuk hal itu. (1) anggaran penelitian dan pengabdian belum sesuai dengan
harapan. (2) publikasi hasil penelitian dan pengabdian belum tersebar merata.
(3) jurnal-jurnal PTKI ada yang berkembang, ada yang surut, dan ada yang tidak
berkembang sama sekali.
Pada kesempatan
tersebut Prof. Dr. Nizar menegaskan tentang pentingnya pengelolaan jurnal.
Jurnal yang dikelola secara serius, apalagi sampai menjadi jurnal internasional
bereputasi, memiliki kontribusi yang sangat besar bagi institusi. Jurnal
semacam ini bisa menjadi solusi untuk krisis guru besar yang sekarang melanda
PTKI.
Dalam kerangka inilah
Prof. Dr. Nizar menegaskan bahwa UIN diwajibkan memiliki jurnal internasional
bereputasi. Di Indonesia ada 17 UIN, tetapi hanya 3 yang memiliki jurnal
internasional bereputasi. Prof. Dr. Nizar memberi penegasan agar target
tersebut bisa tercapai pada tahun 2019.
Lebih jauh beliau
menegaskan bahwa PTKI idealnya memiliki 1 jurnal nasional terakreditasi per
fakultas (untuk UIN dan IAIN) dan per jurusan (STAIN). Dengan demikian kualitas
keilmuan di OTKI dapat terus terawat.
Persyaratan guru besar
yang cukup berat adalah menulis artikel di jurnal internasional bereputasi.
Cukup banyak calon guru besar yang gugur karena syarat ini. "Syarat
menjadi guru besar sepertinya lebih berat daripada syarat masuk sorga",
kata Prof. Dr. Nizar secara bergurau.
Banyak calon guru besar
yang kurang mengetahui hal-ikhwal jurnal internasional kemudian terjebak
memasukkan artikelnya ke jurnal internasional predator. Prof. Dr. Nizar
memaparkan beberapa ciri jurnal predator. (1) artikel dimuat di jurnal yang
core ilmunya berbeda. Misalnya artikel hadis dimuat di jurnal internasional
agriculture. (2) tidak ada proses review. Begitu artikel dikirim langsung
dimuat dalam waktu yang tidak terlalu lama. (3) pengelola jurnal meminta tarif
tertentu. (4) jurnal internasional dari negara tertentu, yaitu Pakistan dan
India, penting untuk diwaspadai karena banyak yang predator. Dan (5) alamat
email pengelolanya gmail, yahoo, dan sejenisnys.
Ada banyak lagi
pemikiran yang disampaikan Prof. Dr. Nizar terkait upaya meningkatkan kualitas
jurnal PTKI. Jurnal yang bermutu, apalagi bereputasi internasional, tidak hanya
menguntungkan lembaga, tetapi juga memperlancar karir seorang dosen.
Dalam kerangka ini,
kolaborasi sesama pengelola jurnal untuk sama-sama maju sangat penting artinya.
Usaha dan kerja secara terus-meneris merupakan langkah yang harus dirawat secara
konsisten.
Banda Aceh. 26/4/2017.
Mantap, dengan adanya OJS, penelitian akan semakin dapat membumi dan merakyat.
BalasHapusYup, benar Mas. Saya berharap teman-teman kita semakin solid berjuang untuk membumi dan merakyatkan hal-hal yang ilmiah he he he
HapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusTidak hanya membumi menurut saya, tapi melangit juga penting....
BalasHapusBetul sekali. Seperti Ekosufisme ya mas he he he
Hapus