Potret Kreativitas Intelektual Islam Indonesia
Judul Buku: Tradisi-tradisi Kreatif Pemikiran Islam Indonesia
Penulis: Prof. Dr. Mujamil, M.Ag.
Peerbit: IAIN Tulungagung Press
Edisi: November 2015
Tebal: x+426 halaman
Buku
karya Guru Besar IAIN Tulungagung ini bagi saya sangat penting. Bukan karena
saya sebagai murid beliau dan nyaris setiap hari berinteraksi dengan beliau,
melainkan karena kandungan isinya yang menurut saya memang sangat bagus. Selain
itu, buku ini juga merupakan hasil kerja keras dan kerja serius penulisnya
karena naskah buku ini pada awalnya adalah naskah penelitian beliau.
Saya
katakan kerja keras karena aktivitas beliau yang sungguh penuh perjuangan.
Perjalanan dari rumah beliau di Kepanjen Malang menuju IAIN Tulungagung lebih dari tiga jam. Itu berarti
dalam setiap harinya beliau menghabiskan waktu perjalanan antara 6-7 jam. Belum
lagi jadwal mengajar, seminar, dan menghadiri berbagai undangan kegiatan ilmiah
yang padat merayap. Namun demikian, beliau masih memiliki kesempatan untuk
menghasilkan karya penelitian yang cukup berbobot.
Beberapa
kali saya bertanya tentang strategi beliau dalam menghasilkan karya. Jawabannya
ternyata pada strategi memanfaatkan waktu. Setiap waktu luang beliau gunakan
untuk membaca, meresum bacaan, menulis, dan memikirkan berbagai hal yang
berkaitan dengan tulisan yang akan dihasilkan. Maka di tengah padatnya
kegiatan, makalah dan buku beliau terus saja bermunculan terbit. Dan buku ini
adalah buku beliau keempat di tahun 2015.
* * *
Bagian
awal buku Tradisi-Tradisi Kreatif Pemikiran Islam Indonesia merupakan bagian
pendahuluan. Di bagian pendahuluan, Prof. Mujamil menjelaskan bahwa pemikiran
Islam Indonesia memiliki karakteristik khas. Karakteristiknya tidak sama dengan
pemikiran Islam di tempat lain di dunia. Hal ini disebabkan karena—salah
satunya—hasil dialog interaktif antara ajaran Islam dengan budaya lokal. Dialog
interaktif ini dinilai Prof. Mujamil sebagai kreativitas kultural yang sangat
berharga. Kreativitas inilah yang menjadikan ajaran agama yang universal
senantiasa relevan dengan dinamika kehidupan yang kompleks.
Seiring
perkembangan sejarah, pemikiran Islam Indonesia semakin menunjukkan keunikannya.
Penanda waktu yang bisa dirujuk adalah pada tahun 1980. Azyumardi Azra, Zuly
Qodir, dan Kuntowijoyo menegaskan bahwa pada tahun 1980 terdapat fenomena
penting dalam pemikiran Islam Indonesia. Azra menyebut dekade 1980 sebagai
’masa panen kaum Muslimin Indonesia; Zuly Qodir menyebutnya sebagai era
persemaian ’embrio’ kemunculan gerakan pembaharuan Islam; dan Kuntowijoyo
menegaskan era 1980 sebagai era lahirnya tradisi baru, yakni kecenderungan
gerakan lintas-disiplin, termasuk disiplin agama.
Berdasarkan
latar belakang itulah Prof. Mujamil kemudian menyusun penelitian yang kemudian
diterbitkan menjadi buku menarik ini. Rentang waktu obyek yang diteliti adalah
antara tahun 1980 sampai tahun 2014. Adapun pertanyaan penelitiannya adalah:
(1) Bagaimanakah tradisi kreatif pemikir-pemikir Islam Indonesia dalam
merumuskan konsep ijtihad yang berlangsung mulai tahun 1980 hingga 2014?
(2) Bagaimanakah tradisi kreatif pemikir-pemikir Islam Indonesia dalam
mengembangkan disiplin ilmu keislaman (kalam/teologi, fikih, dan tasawuf) yang
berlangsung mulai tahun 1980 hingga 2014? (3) Bagaimanakah tradisi kreatif
pemikir-pemikir Islam Indonesia dalam memadukan Islam dengan ilmu pengetahuan
yang berlangsung mulai tahun 1980 hingga 2014?
Setelah
mengajukan pertanyaan penelitian, bab berikutnya—yaitu Bab I—berjudul TRADISI
PEMIKIRAN ISLAM. Pada bab ini ada lima subjudul, yaitu substansi tradisi
pemikiran Islam; akar-akar tradisi pemikiran Islam; fungsi tradisi pemikiran
Islam; ragam tradisi pemikiran Islam; dan respons umat terhadap tradisi
pemikiran Islam.
Penjelasan
Prof. Mujamil terhadap substansi tradisi pemikiran Islam pada bab I ini cukup
detail. Berbagai argumentasi dengan dukungan referensi yang kokoh menjadikan
bab ini menarik untuk didalami. Elaborasi Prof. Mujamil terhadap tradisi
pemikiran Islam memberikan deskripsi yang jelas tentang apa yang dimaksudkan
dengan pemikiran Islam.
”....tradisi pemikiran Islam adalah seluruh pemikiran yang dihasilkan ulama
dan umat Islam setelah mereka mendialogkan Islam dengan tuntutan tempat dan
zamannya. Konsekuensinya, tradisi pemikiran Islam tersebut menempati posisi
hanya sebagai budaya karena ia merupakan hasil cipta, rasa, karya dan karsa
ulama serta umat Islam meskipun disandarkan pada wahyu. Konsekuensi berikutnya menyangkut
bobot kebenaran tradisi pemikiran Islam itu, yakni sekadar sebagai kebenaran
nisbi (relatif), yang terbuka untuk dipertanyakan dan dikritisi kembali oleh
siapapun yang menemukan kejanggalan maupun kelemahan tertentu pada tradisi
pemikiran Islam tersebut” (hlm. 19).
Produk
pemikiran Islam bukan sesuatu yang sakral. Ia memiliki kebenaran relatif.
Perspektif ini sesungguhnya secara implisit menunjukkan bahwa pemikiran Islam
bisa tumbuh dan berkembang secara produktif melalui diskusi, kritik, dan
perbaikan yang dilakukan secara terus-menerus. Tradisi semacam inilah yang
seharusnya dikembangkan, bukan tradisi sakralisasi teks.
Ada
banyak hal menarik yang diulas oleh Prof. Dr. Mujamil, M.Ag ini. Jawaban atas
pertanyaan penelitian ke (2) dan ke (3) bisa Anda baca sendiri di buku yang
cukup tebal ini. Selamat membaca.
Sangat menginspiratif. Kreatifitas siapapun menginspirasi untuk menimbulkan kreatifitas baru. Termasuk gambaran sekilas dari Mas Ngainun Naim tentang buku ini. Menulis tidak perlu menunggu jadi orang pintar. Tetapi berani untuk dan agar pintar. Semoga saya makin berani untuk menulis apa yang saya lihat dan saya alami semoga juga yang saya kuasai
BalasHapusTerima kasih banyak Pak Budi Harsono. Betul Pak, saya sepakat. Walaupun sederhana, saya berusaha menghadirkan tulisan-tulisan agar bisa dibaca oleh banyak orang. Melalui cara semacam ini saya berharap semakin banyak orang mau, berani, dan mencoba menulis dan menerbitkan karya. Salam sukses untuk Pak Budi Harsono.
Hapus