Merasakan “Flow” Saat Puasa
Oleh Ngainun Naim
Kuliah
mahasiswa sudah selesai. Tetapi bukan berarti di kampus tidak ada kegiatan sama
sekali. Justru saya merasakan kegiatan demi kegiatan terus datang. Pada awalnya
saya membayangkan jika bulan puasa ini saya bisa lebih konsentrasi membaca dan
menulis. Tetapi bayangan saya tidak tepat. Saya hanya berusaha menjalani dan
menikmati apa yang ada.
Salah
satu kegiatan yang harus saya lakukan di bulan puasa ini adalah menjadi
penceramah di Masjid Kampus IAIN Tulungagung usai shalat dhuhur. Saya
mendapatkan jadwal pada hari Selasa tanggal 21 Juni 2016. Beberapa buku yang
berkaitan dengan bulan puasa saya baca sebagai persiapan ceramah. Harapannya
adalah agar apa yang saya sampaikan bisa memberikan sudut pandang baru kepada
jamaah.
Saya
sadar bahwa kemampuan berbicara saya di hadapan jamaah tidak seenak para
penceramah yang sudah memiliki jam terbang tinggi. Model saya berceramah
mungkin lebih mirip kuliah karena memang itu yang mampu saya lakukan. Namun demikian,
saya berusaha menjalankan tugas yang diamanahkan semampu saya.
Setelah
membaca beberapa buku, saya memutuskan untuk tidak mengambil topik yang
berkaitan dengan aspek syariat puasa. Topik sejenis ini sudah dibahas oleh para
pembicara sebelumnya. Saya mencoba mengaitkannya sesuai dengan bidang yang saya
mampu, yaitu puasa perspektif riset.
Saya
teringat buku yang menarik karya Hisanori Kato. Judulnya Kangen Indonesia:
Indonesia di Mata Orang Jepang (Jakarta: Gramedia, 2012). Buku tersebut
menurut saya sangat menarik karena menceritakan bagaimana Indonesia dilihat
dengan segala keunikannya. Pada awalnya, Hisanori Kato merasakan keanehan saat
datang ke Indonesia. Menghadapi berbagai persoalan, orang Indonesia menganggap
sebagai ”tidak apa-apa”. Listrik mati, kereta terlambat, pencopetan, tidak
disiplin, dan berbagai ketidakberesan lainnya dianggap oleh orang Indonesia
sebagai ”tidak apa-apa”. Padahal, semuanya itu dinilai Kato sebagai ”apa-apa”.
Pada
awalnya Kato tidak mudah untuk beradaptasi dengan Indonesia. Seiring perjalanan
waktu, Kato menemukan momentum untuk mencintai Indonesia. Ia menemukan banyak
hal berkesan. Karena itu, ia selalu merasa kangen setiap meninggalkan
Indonesia. Ia selalu ingin kembali.
Saya
mengawali paparan saya dengan mengutip buku Kato. Perspektif yang ia gunakan saya
pakai untuk memaknai puasa. Puasa, sebagaimana ibadah yang lainnya, tidak mudah
menjalankannya. Ada begitu banyak hambatan dan tantangan yang harus dihadapi
saat menjalankannya. Namun jika puasa sudah sering dilakukan, akan tumbuh
pemahaman, pengetahuan, dan kesadaran terhadap puasa. Rasanya akan rindu
bagaimana menjalankan ibadah puasa.
Tentu,
tidak semua orang bisa merasakannya. Dibutuhkan proses dan usaha secara
terus-menerus. Puasa yang dilakukan dengan sepenuh hati ini bisa menghadirkan
momentum ”flow”, yakni puasa yang penuh kenikmatan.
Semoga catatan sederhana ini ada manfaatnya.
wah sama kayak saya di tempat baru nih. air susah. bagi orang sini tidak apa2 tapi bagi saya äpa2"hhehe
BalasHapusIya Bang Day, buat "tidak apa-apa", biar santai he he he.
BalasHapus