Menulis Tetapi Tidak Belajar
Oleh Ngainun
Naim
Buku yang saya edit. Isinya bercerita bagaimana para penulisnya belajar membaca dan menulis |
Salah
satu kegiatan perkuliahan yang harus dilakukan oleh mahasiswa adalah membuat
makalah. Topik yang harus ditulis dan referensi yang bisa diacu biasanya sudah
dibagikan oleh dosen. Tugas mahasiswa adalah mencari referensi, membaca secara
cermat, membuat kerangka, lalu menyusun makalah.
Tahapan
demi tahapan dalam menyusun makalah memiliki beberapa tujuan. Pertama,
kemandirian mahasiswa. Kuliah berbeda dengan sekolah. Mahasiswa berbeda dengan
siswa. Kemandirian menjadi salah satu titik pembedanya.
Kedua,
membangun tradisi membaca. Saya ingat persis pernyataan dosen waktu orientasi
menjelang kuliah S-1 sekitar 22 tahun lalu. Saat itu dinyatakan bahwa kuliah di
kelas hanya bisa memberi kontribusi sekitar 15%. Sisanya yang 85% diperoleh
dari belajar sendiri. Dan itu berarti seorang mahasiswa harus rajin membaca.
Ketiga,
berpikir sistematis. Menulis berbeda dengan berbicara. Anda boleh berbicara apa
saja, bahkan dengan mudah bisa berganti topik. Tetapi menulis makalah harus
mengikuti logika berpikir ilmiah. Ada alur sistematis yang harus diikuti.
Keempat,
membangun budaya menulis. Menulis makalah--dan tulisan jenis lainnya--merupakan
upaya sistematis membudayakan menulis. Jika mahasiswa serius, empat tahun
kuliah sudah cukup untuk membangun kemampuan menulis yang memadai.
Empat
tujuan pembuatan makalah--sebagaimana catatan sebelumnya--hanyalah menurut
pendapat saya. Tentu ada pendapat-pendapat lain yang berbeda. Jika mahasiswa
membuat makalah secara sungguh-sungguh, saya kira masa studi sekitar 4 tahun
jenjang S1 sangat memadai untuk belajar dan mengasah keterampilan menulis.
Tetapi ternyata realitas tidak selalu semacam itu. Bahkan tidak jarang
sebaliknya.
Berkaitan
dengan hal ini, saya menemukan beberapa tipe mahasiswa. Pertama, mahasiswa yang
menjadikan tugas membuat makalah sebagai sarana belajar. Mereka melakukannya
secara sungguh-sungguh. Buku-buku dan data-data dicari, dibaca, dan dipahami.
Makalah pun dibuat dengan penuh kesungguhan. Waktu kuliah benar-benar membuat
kualitas dan keterampilan menulis mahasiswa semacam ini meningkat tajam.
Kedua,
mahasiswa yang intensitas belajarnya tidak stabil. Kadang serius, kadang malas.
Jika sedang serius, makalah yang dihasilkan pun bagus. Tetapi saat malas
menyapa, makalah yang dihasilkan pun tidak jelas arah dan mutunya.
Ketiga,
mahasiswa bermental instan. Tipe ini tidak menjadikan tugas makalah sebagai
sarana belajar menulis, tetapi sebagai kewajiban. Yang penting makalah selesai.
Soal cara tidak penting. Internet menjadi sumber penting mahasiswa tipe ini.
Maka, tugas makalah tidak ada kontribusinya terhadap peningkatan keterampilan
menulis.
Keempat,
mahasiswa angka ikut. Tipe ini sangat mungkin tidak pernah membuat karya tulis
sekalipun. Tugas makalah dikerjakan orang lain. Tipe ini sesungguhnya hanya
menjadikan kuliah sebagai sarana meraih gelar. Tentu saja, tidak perlu
diperbincangkan kontribusinya pada keterampilan menulis.
Mahasiswa
tipe pertama adalah mahasiswa yang sukses. Mereka menulis dengan belajar.
Sebelum menulis, buku-buku referensi dibaca dengan penuh minat, Aspek inilah
yang menjadikan kualitas diri bisa terus tumbuh dan berkembang sepanjang waktu.
Menulis
itu bukan proses sekali jadi. Dibutuhkan usaha dan praktik secara
terus-menerus. Kesabaran, ketekunan, dan kegigihan dalam menjalani aktivitas
menulis akan membawa dampak nyata berupa keterampilan menulis yang canggih.
Mahasiswa tipe 2, 3, dan 4 tampaknya menulis tetapi tidak belajar.
Implikasinya, tidak ada kemajuan berarti pada keyerampilan menulis mereka.
Bertahun-tahun kuliah dam membuat makalah tidak juga membuat mereka semakin
terasah keterampilan menulisnya.
Tidak
ada teori ampuh yang berfungsi tanpa dipraktikkan. Demikian juga dengan
menulis. Berlatih dengan menulis secara rutin adalah formula ampuh menghasilkan
tulisan bermutu. Banyak orang yang menguasai teori menulis tetapi tidak
memiliki karya. Ada juga yang tidak memiliki banyak teori tetapi karyanya terus
bermunculan. Jika mahasiswa ingin bisa menulis dengan baik maka tugas membuat
makalah dan tugas menulis lainnya seyogyanya betul-betul dipahami, dihayati,
dinikmati dan dikerjakan dengan penuh kesungguhan. Itulah
yang saya sebut menulis dengan belajar.
Sangat bermanfaat
BalasHapusAmin. Terima kasih Bu Ima.
Hapus