SELAYANG PANDANG BUKU “GELIAT LITERASI”

Juli 13, 2015


Catatan menarik mahasiswa saya:
 
Oleh : Mohammad Khadziqun Nuha

Jum’at pagi 16 Ramadhan lalu, seperti biasa kubuka situs jejaring sosial yang paling kugandrungi, yakni facebook. Kudapati dosen yang sangat getol menyebarkan semangat menulis dan membaca di kampusku update status. Ya! Dosen yang telah menghasilkan karya seperti the power of reading dan the power of writing (mungkin sebentar lagi menulis buku the power rangers) itu mengunggah postingan di media sosial nomor wahid dinegeri ini dengan status yang berbunyi:

“Akhirnya Terbit Juga. Lega. Ya, itulah kata yang bisa mewakili untuk mengungkapkan rasa syukur atas terbitnya buku bersama “Geliat Literasi”. Buku yang ditulis oleh para dosen, mahasiswa dan stakeholders IAIN Tulungagung ini bisa terbit setelah melalui perjuangan yang melelahkan. Melelahkan bagi editornya karena ternyata mengedit itu jauh lebih capek dibandingkan menulis artikel karya sendiri. Jam 5 tadi pagi sebuah telpon masuk. Ternyata agen travel yang mengabarkan buku sudah sampai. Jadi agenda hari ini adalah mengambilnya.”

Kontan ini membuatku teriak kegirangan karena penantianku akan karya pertamaku yang dipublish dalam bentuk buku beberapa bulan ini akhirnya berujung. Bersama 60 kontributor lain yang menulis pada buku “keroyokan” setebal 318 halaman ini telah lahirlah buku yang diberi nama “GELIAT LITERASI” untuk menjawab mati surinya semangat berliterasi di kampus santri tersebut. Kabar telah terbitnya buku tersebut yang mendekati nuzulul qur’an keesokan harinya menambah semangat membaca (dan juga menulis) kian menggelora. Seperti kita ketahui, ayat pertama kitab suci umat Islam yang turun ke baitul izzah ini adalah kata iqra! bacalah! Sehingga nuzulul buku ini berbanding lurus dengan spirit nuzulul qur’an yang mengusung tema yang sama.

Pada bagian awal dari buku, muqodimah disampaikan langsung oleh Sang Editor buku yang merupakan pemrakarsa lahirnya buku ini serta pegiat literasi di kampus yang belum lama beralih status menjadi IAIN ini, yakni Bapak Ngainun Naim. Beliau menyebutkan bahwa untuk menciptakan kemajuan peradaban salah satunya dengan menumbuhkembangkan tradisi literasi. Perguruan tinggi diharapkan sebagai motor penggerak untuk melajunya proses literasi tersebut. Terlebih apabila ditinjau dari model pembelajaran di jenjang pendidikan yang satu ini mengharuskan mahasiswa untuk aktif membaca yang kemudian dituangkan dalam bentuk bahasa tulis berupa makalah, paper, serta tugas akhir lainnya. Selain mahasiswa, dosen juga sangat akrab dengan dunia literasi. Selain kewajiban mengajar, seorang dosen juga diharuskan untuk melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Sehingga membaca dan menulis memang seharusnya dikuasai oleh dosen dan mahasiswa

Namun nampaknya, di IAIN Tulungagung, passion diranah literasi belum tumbuh subur bak jamur dimusim penghujan. Sehingga Sang Editor dan beberapa anggota Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) IAIN Tulungagung merasa tergerak untuk mengadakan event yang dapat mewadahi civitas akademika kampus yang ingin meningkatkan keterampilan didunia literasi setelah melalui diskusi yang cukup panjang dikantor lembaga tersebut. Langkah selanjutnya adalah menyosialisasikan rencana tersebut disejumlah media sosial macam facebook serta disebarkan brosur ditempat yang strategis di kampus. Dalam selang waktu sekitar 1,5 bulan telah menghimpun kontributor yang sangat mencengangkan yakni diatas 60 karya. Para penulis berasal dari dosen, mahasiswa, alumni dan praktisi pendidikan yang bergerak didunia literasi.

Buku ini merupakan manifestasi nyata bangkitnya gerakan literasi di IAIN Tulungagung. Ternyata apabila digali lebih dalam lagi, begitu banyak potensi yang tersimpan dari civitas akademika IAIN Tulungagung. Perpaduan modal sosial antara dosen, mahasiswa, alumni dan praktisi pendidikan yang bergerak didunia literasi dapat menciptakan iklim positif untuk meningkatkan budaya literasi. Hal ini diharapkan menjadi penanda perubahan ke arah yang lebih baik demi kemajuan kampus yang lebih luas.

Dalam buku ini, kita akan mendapati curahan hati beberapa penulis tentang dunia literasi, hambatan, semangat didunia literasi, pengalaman didunia literasi, tips literasi yang dibungkus dalam suatu buku bersama. 61 kontributor itu berarti terdapat 61 ide berbeda yang berusaha mengupas tentang seluk beluk dunia literasi. Jumlah ini merupakan jumlah yang cukup fantastis untuk suatu gerakan awal demi menciptakan tradisi literasi di suatu kampus.

Termasuk didalamnya, pada karya ke-37 adalah tulisanku yang berjudul “KARIKATUR LITERASI” yang terdapat pada halaman 202. Sebuah judul karya merupakan magnet tersendiri bagi calon pembaca sebelum mendalami isi karya tersebut. Apabila mendapati judul karya yang eye catching dan easy listening tentunya itu dapat membangkitkan animo calon pembaca untuk mengetahui konten karya tersebut, begitu sebaliknya.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, karikatur merujuk pada makna yang berarti sebuah gambar olok-olok yang mengandung pesan, sindiran, dan sebagainya. Dengan analogi tersebut, aku ingin memberikan gambaran konkret berdasarkan pengamatanku berupa “sentilan halus” mengenai realita didunia literasi dengan segala intriknya. Semangat literasi, baik membaca maupun menulis, memang perlu diupgrade meski didalamnya masih terdapat ganjalan yang dapat melemahkan semangat tersebut.

Dalam karya yang kutulis hanya dalam sehari dan itu pun kukirimkan pada hari terakhir deadline pengumpulan karya ini, membaca dan menulis merupakan dua hal yang ingin kukupas tuntas. Dimulai dari kelebihan membaca dan menulis, hambatan, alasan mengapa kita harus berliterasi, serta secara implisit maupun eksplisit kusebutkan trik untuk menciptakan tradisi literasi. Metafora, alusio, hiperbola, ironi bahkan sinisme yang merupakan gaya tulisanku menghiasi setiap kalimat dalam karyaku. Selain itu, aku juga memaparkan sejumlah tokoh yang berhasil dengan dunia literasi untuk lebih meyakinkan pembaca.

Fokus tulisanku ini adalah berupa kritik sosial kepada orang yang masih rendah semangatnya dalam dunia literasi dengan berbagai problematikanya. Sebenarnya, hal tersebut juga kutujukan kepada diriku sendiri karena spirit literasiku juga fluktuatif. Ketika semangatku tinggi, berbagai karya dapat kuhasilkan. Jika rendah, bahkan untuk membuat satu karya pun aku harus tertatih-tatih. Hal ini wajar, semua orang juga akan mengalami hal tersebut. Yang terpenting adalah bagaimana kita menyikapi dan mengatasi hal tersebut.

Penasaran dengan isi tulisanku dan sekitar enam puluh penulis lainnya? Segera dapatkan buku yang berjudul “GELIAT LITERASI” yang merupakan semangat membaca dan menulis dari IAIN Tulungagung ini. Setelah membaca, kujamin tidak akan ada kata penyesalan yang terucap karena banyak hikmah dan pelajaran yang dapat kita petik dari buku ini. Lebih lanjut, hindari untuk membeli buku yang bajakan karena cara kita memberikan respect kepada penulis adalah dengan membeli buku yang original. Hehe, sudah pantaskah aku menjadi sales promotion boy?

#mkn
21 Ramadhan 2015

7 komentar:

  1. Sangat menginspirasi pak !

    Salam dari : zuhriwafa.blogspot.com

    BalasHapus
  2. mantap pak. kalo dosennya suka #NGEBLOG, para mahasiswanya ketularan Menulis.

    BalasHapus
  3. Terima kasih Mas Siwi. Saya memang berusaha membudayakan menulis di blog ke mahasiswa saya. Salam literasi.

    BalasHapus
  4. Maaf, di mana saya bisa mendapatkan buku ini? Saya butuh buku ini untuk referensi penelitian saya. Terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bisa pesan ke saya langsung. Internet nomor WA saya 081311124546

      Hapus
  5. salam kenal Kang Ngainun, ku juga mau diajak tuk nulis biar keinginanku tuk nerbitin buku bisa terwujud.

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.