ILMU PADI, POHON KELAPA, DAN BUAH KURMA

Juni 11, 2013


Bagian Pertama
Oleh Ngainun Naim

Kebijaksanaan itu bisa diperoleh dari mana saja. Bisa dari nasehat, pengalaman hidup, mengamati fenomena, atau bisa juga dari membaca. Menangkap nilai-nilai kebijaksanaan dengan hati terbuka akan menjadikan hidup menjadi lebih bermakna.
Kenyataan hidup menunjukkan bahwa antara teori dengan praktik sering tidak—atau belum—selaras. Demikian juga dengan kebajikan. Secara teori, kebajikan bisa kita terima, tetapi secara praktik masih dibutuhkan kesadaran dan kemauan untuk mewujudkannya. Hidup manusia sendiri sesungguhnya berada dalam jarak antara dua kutub ideal dan realitas; antara kebijaksanaan secara teori dengan ikhtiar menjalankannya. Ada manusia yang mampu mewujudkan idealitasnya, tetapi tidak sedikit juga yang gagal.
Kebijaksanaan hidup bisa kita peroleh—salah satunya—melalui bahan bacaan. Majalah Jaya Baya, sebuah majalah berbahasa Jawa, menjadi sumber kebijaksanaan hidup yang kaya. Pada Nomor 41 Minggu II Juni 2013, ada sebuah artikel yang ditulis sastrawan senior, Soegijono MS dengan judul ”Filosofi Ngelmu Pari, Wit Klapa, Lan Woh Kurma”. Saripati tulisan Pak Soegijono MS, dengan tambahan di sana-sini, saya buat dalam bentuk catatan ini. Karenanya, jika pembaca sekalian berminat membaca secara utuh atau mengecek edisi aslinya, bisa mencari di majalah JB edisi tersebut.
Apa yang bisa kita perhatikan dari padi? Ya, padi itu semakin berisi semakin menunduk. Belum pernah kita temukan ada padi yang semakin berisi semakin mendongak. Menurut Pak Soegijono, ini menandakan bahwa orang yang semakin pandai, semakin kaya, semakin tinggi pangkat dan kedudukannya, semakin tenar, dan semakin yang lainnya, seyogyanya semakin rendah hati, semakin sopan, dan tidak arogan. Semakin hebat justru seharusnya semakin tawadhu’.
Memiliki kepandaian jangan sampai digunakan untuk meraih keuntungan dengan cara yang tidak elok. Demikian juga dengan kedudukan. Sudah cukup banyak bukti tentang bagaimana kedudukan membawa kepada kesengsaraan. Lihat saja berapa banyak pejabat yang sekarang ini menghabiskan sisa hidupnya di penjara. Demikian juga dengan ketenaran yang tidak jarang berujung pada kehancuran kehidupan.

Kampus STAIN Tulungagung, 11 Juni 2013.       

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.