ILMU PADI, POHON KELAPA, DAN BUAH KURMA
Bagian
Pertama
Oleh Ngainun Naim
Kebijaksanaan
itu bisa diperoleh dari mana saja. Bisa dari nasehat, pengalaman hidup,
mengamati fenomena, atau bisa juga dari membaca. Menangkap nilai-nilai
kebijaksanaan dengan hati terbuka akan menjadikan hidup menjadi lebih bermakna.
Kenyataan
hidup menunjukkan bahwa antara teori dengan praktik sering tidak—atau
belum—selaras. Demikian juga dengan kebajikan. Secara teori, kebajikan bisa
kita terima, tetapi secara praktik masih dibutuhkan kesadaran dan kemauan untuk
mewujudkannya. Hidup manusia sendiri sesungguhnya berada dalam jarak antara dua
kutub ideal dan realitas; antara kebijaksanaan secara teori dengan ikhtiar
menjalankannya. Ada manusia yang mampu mewujudkan idealitasnya, tetapi tidak
sedikit juga yang gagal.
Kebijaksanaan
hidup bisa kita peroleh—salah satunya—melalui bahan bacaan. Majalah Jaya Baya, sebuah majalah berbahasa
Jawa, menjadi sumber kebijaksanaan hidup yang kaya. Pada Nomor 41 Minggu II
Juni 2013, ada sebuah artikel yang ditulis sastrawan senior, Soegijono MS
dengan judul ”Filosofi Ngelmu Pari, Wit Klapa, Lan Woh Kurma”. Saripati tulisan
Pak Soegijono MS, dengan tambahan di sana-sini, saya buat dalam bentuk catatan
ini. Karenanya, jika pembaca sekalian berminat membaca secara utuh atau
mengecek edisi aslinya, bisa mencari di majalah JB edisi tersebut.
Apa
yang bisa kita perhatikan dari padi? Ya, padi itu semakin berisi semakin
menunduk. Belum pernah kita temukan ada padi yang semakin berisi semakin
mendongak. Menurut Pak Soegijono, ini menandakan bahwa orang yang semakin
pandai, semakin kaya, semakin tinggi pangkat dan kedudukannya, semakin tenar,
dan semakin yang lainnya, seyogyanya semakin rendah hati, semakin sopan, dan
tidak arogan. Semakin hebat justru seharusnya semakin tawadhu’.
Memiliki
kepandaian jangan sampai digunakan untuk meraih keuntungan dengan cara yang
tidak elok. Demikian juga dengan kedudukan. Sudah cukup banyak bukti tentang
bagaimana kedudukan membawa kepada kesengsaraan. Lihat saja berapa banyak
pejabat yang sekarang ini menghabiskan sisa hidupnya di penjara. Demikian juga
dengan ketenaran yang tidak jarang berujung pada kehancuran kehidupan.
Kampus STAIN
Tulungagung, 11 Juni 2013.
Tidak ada komentar: